Langsung ke konten utama

Postingan

Daksa yang Tersesat - Zannah

Hujan kini mengguyur ibu kota yang kian terasa akan sepi, di sebuah jalan setapak yang mengarah ke gang buntu terlihat seorang gadis yang sedang berjalan tertatih-tatih, terlihat diraut wajahnya yang samar tertutup akan derasnya hujan dia tampak menahan tangis. Tanpa ia sadari diujung gang berdiri seorang laki-laki yang menatap dirinya dengan tatapan berbeda namun diujung tangannya terlihat sebuah payung hitam yang masih belum tertutup rapat. "Kau akan sakit jika masih berjalan dibawah hujan sederas ini Ara," ujar laki-laki tadi dengan suara yang sedikit dikeraskan, tanpa sadar membuat gadis tadi terpaku dibawah hujan yang kian membasahi tubuh gadis tadi. "K-kau?! Tidak usah peduli kepadaku, apa mau mu sebenarnya Darka? Kenapa?" ucap gadis tadi yang dipanggil Ara dengan raut wajah yang kini terlihat akan marah, percikkan matanya terlihat meredup namun nada suaranya terdengar tegas walaupun getar akan ketakutan atau mungkin karena hujan yang lebat ini.  "Aku tid...
Postingan terbaru

Sudah Usia 25 - Rowan

Pengabdian sudah pada ujung jalan. Kami ingin pulang ke mama kota, tapi urung. Kami mengenapkan rencana; hari terakhir pulangnya. Rembulan bersinar terang ditemani bintang-bintang. Langit seakan bersorai ria.  Hm, apakah malam ini lebih baik dari seribu bulan? Pukul sembilan kami menuju pasar dekat desa. Di sana ada pasar malam sebelum hari raya. Syukurlah, harga-harga disini masih terbilang standar,  tidak seperti di mama kota yang melonjak ke atas. Kami bersembilan. Empat lelaki dan sisanya perempuan.  Kami banyak bercakap selama perjalanan. Obrolan hangat ala-ala anak pada usianya. Luar biasa! di sini juga ada hiburan; komidi putar, walaupun tak sekelas dufan. Biang lala setinggi puluhan meter berdiri gagah, berputar perlahan.  Saat kau sampai di atasnya, kau akan melihat keindahan desa saat malam. Ini kesempatan, bukan? Aku mengajaknya naik biang lala. Tidak, dia tidak ingin berdua. Kami berempat. Mesin mulai terdengar, kami mulai bergerak perlahan, menuju puncak...

Hampir Mati - Ela Setia

Kau tidak tahu saat ini aku hampir mati, bukan karenamu.  Tapi perlahan aku membunuh diriku sendiri,  membiarkan otak ini berpikir terlalu keras,  memaksa diri untuk bisa melampaui batas.  Aku mengerti kalau aku harus bisa,  seperti saat aku belum mengenalmu.  Aku bisa melewati semuanya sendirian,  membawa api kecil yang ajaibnya  masih menyala walaupun terkena tetesan hujan. Berharap kalau ini hanyalah mimpi,  yang akan berhenti saat aku bangun.  Namun ternyata bukan, ini adalah kenyataan yang kupilih.  Sebuah kejutan yang diberikan tuhan untuk hamba-Nya yang penuh kasih.

Gengsi - Debi Ragil Saputri

Biarkan aku menangis malam ini. Menangisi kesepian saat engkau pergi bawa bahagiaku.  Menangisi luka yang kaubuat sebab hilangmu.  Hari-hariku tak pernah serumit ini.  Malam-malamku tak pernah selengang ini. Paling tidak, ada sosokmu yang bisa kulihat,  walau tak ada kata yang untuk saling bertegur sapa. Aku selalu menantikan saat kita bisa saling bercerita tentang hari yang kita lewati.  Saat kita makan berhadapan walau hanya ada denting sendok dan garpu.  Serta saat kita tidur bersama walau di ranjang yang berbeda.  Setidaknya, aku masih bisa merasakan dirimu. Aku yang pergi, aku yang berhenti.  Tapi rindu tak bisa bohong.  Seolah engkau yang bersalah atas semua duka,  padahal aku menutup mata akan sejuk nuranimu.  Adakah kita bisa saling menyapa?  Di kehidupan, atau di balik halaman sebuah buku dengan kita tokohnya?